Manado, MANADOLIVE.CO.ID – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) selama tiga hari 28-30 Oktober menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan mitra kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Selasa (28/10/2025).

Komisi II Bidang Perekonomian dan Keuangan DPRD Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan keseriusannya dalam memastikan arah pembangunan daerah tetap berpihak pada kepentingan masyarakat.
Mitra kerja SKPD yang hadir dalam pembahasan yakni Dinas Koperasi, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian dan Peternakan, Biro Umum Setdaprov, BKAD serta Dispenda Provinsi Sulut.

Rapat dipimpin Ketua Komisi II Inggried Sondakh, pembahasan RDP kali ini tentang Program dan Kegiatan yang ada dalam Rancangan KUA-PPAS 2026.
Adapun Komisi II menyoroti terkait pemaparan program dan kegiatan tahun 2026.

Inggried Sondakh, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal penyusunan PPAS 2026 agar setiap rupiah anggaran digunakan secara tepat sasaran.
Ia menambahkan, Komisi II menjalankan fungsi pengawasan, penganggaran, dan legislasi secara berimbang. Dalam setiap pembahasan, komisi akan terus mendorong agar OPD (Organisasi Perangkat Daerah) mitra kerja mampu menyiapkan program yang inovatif dan berorientasi hasil.

Sementara anggota Komisi II Normans Luntungan menanyakan soal proses seleksi pelaku koperasi dan UMKM yang masih butuh perhatian serius, perlu di perketat dan dukungan modal kerja bagi pelaku usaha kecil.
Menanggapi hal itu, Pelaksana Harian (PLH) Kepala Dinas Koperasi dan UMKM, Jahja Gultom, menyatakan struktur APBD saat ini belum terdapat alokasi khusus untuk bantuan permodalan usaha.

“Di APBD belum dianggarkan pos bantuan modal usaha. Tapi Dinas Koperasi mengarahkan pelaku UMKM untuk mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dan Dinas Koperasi menyiapkan tenaga pendamping agar para pelaku koperasi dan UMKM dapat lebih mudah mengakses fasilitas tersebut,” tukas Gultom.

Gultom mengakui proses seleksi peserta program Dinas Koperasi dan UMKM dilakukan secara ketat.
“Jika ada peserta dari kabupaten atau kota yang namanya sudah terdaftar di tempat lain, maka akan kami batalkan,” ujarnya.

Dalam sesi pembahasan, anggota Komisi II, Jeane Laluyan, memberikan catatan tegas terhadap sejumlah program dari mitra kerja, khususnya yang dinilai masih bersifat internal dan administratif.
Ia mencontohkan, dari beberapa dokumen yang dipaparkan, masih ada kegiatan yang terlalu fokus pada kebutuhan kantor seperti pemeliharaan kendaraan dinas, pengadaan ATK, hingga kegiatan koordinasi dan rapat rutin.

Menurut Laluyan, pola penyusunan semacam ini perlu dikoreksi. Ia menilai bahwa arah pembangunan tahun 2026 semestinya lebih kuat menyentuh sektor-sektor produktif, seperti pertanian, peternakan, UMKM, dan industri kecil.
Politisi dari Dapil Manado ini menegaskan, anggaran publik harus memiliki orientasi balik pada publik itu sendiri.

“Kita ini digaji oleh rakyat. Maka program yang disusun juga harus kembali kepada rakyat. Kalau anggaran hanya habis untuk kebutuhan internal, apa dampaknya untuk masyarakat?” tandasnya.
Sedangkan untuk Dinas Perkebunan, Komisi II mengingatkan agar memprioritaskan petani.
“Utamakan petani, demi masyarakat kita,” ucap Sondakh.

Untuk Biro Umum Komisi II menyoroti persoalan pembelian mobil dinas baru untuk Wakil Gubernur Sulut jenis Densa dengan nilai mencapai Rp997 juta.
Karo Umum Putu Chayani menjelaskan, bahwa pengadaan mobil dinas tersebut telah direncanakan sejak tahun sebelumnya.

Personil Komisi II Koordinator Michaela Paruntu, Ketua Komisi Inggried Sondakh, Anggota Jeane Laluyan,Harry Porung, Ruslan Gani, Eldo Wongkar, Angelia Wenas,Seska Budiman, Normans Luntungan.
Dalam pembahasan tersebut, Komisi II juga mengingatkan agar program yang bersumber dari APBD tidak tumpang tindih dengan program pusat, serta mengedepankan hasil yang terukur. Anggaran daerah harus menjadi pelengkap, bukan duplikasi, terhadap kebijakan nasional di bidang ekonomi.

Salah satu hal yang terus menjadi perhatian Komisi II adalah bagaimana setiap OPD mampu menjabarkan programnya dalam konteks kebutuhan riil masyarakat. Laluyan menekankan, sudah saatnya pemerintah daerah meninggalkan pola penyusunan program yang sekadar “menghabiskan anggaran”.
“Kita tidak boleh hanya sekadar memenuhi target kegiatan administratif. Rakyat butuh kehadiran pemerintah melalui program nyata. Misalnya, bagaimana petani bisa lebih mudah mengakses pupuk, bagaimana nelayan bisa mendapat pelatihan pengolahan hasil tangkapan, atau bagaimana UMKM bisa naik kelas. Itu yang seharusnya ada dalam program 2026,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa efisiensi bukan hanya soal pemotongan anggaran, tapi tentang menempatkan dana pada prioritas yang tepat.
“Efisiensi berarti kita bijak menggunakan uang rakyat, bukan sekadar mengurangi angka,” tambah Laluyan.

Komisi II memastikan akan terus mengawal seluruh proses pembahasan PPAS hingga tahap penetapan RAPBD 2026. Setelah seluruh mitra kerja menyelesaikan pemaparan, komisi akan menyusun rekomendasi dan catatan strategis untuk disampaikan dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulut bersama Pemerintah Provinsi.

“Hasil pembahasan di tingkat komisi akan menjadi bahan penting bagi Banggar dalam menentukan arah akhir APBD. Kami ingin memastikan bahwa setiap masukan dari masyarakat dan aspirasi konstituen terakomodasi dalam kebijakan anggaran,” tutur Sondakh.
Melalui pembahasan yang transparan dan akuntabel, DPRD Sulut berkomitmen menjaga keseimbangan antara efisiensi fiskal dan pemerataan pembangunan. Tahun 2026 diharapkan menjadi momentum bagi Sulawesi Utara untuk memperkuat sektor ekonomi rakyat, memperluas lapangan kerja, dan menjaga daya beli masyarakat.
( ADVETORIAL)























